5 Faktor yang Bikin Malas Membaca

diambil dari unsplash

Buku adalah jendela dunia. Dengan membaca kita dapat melihat pemandangan di luar jendela tersebut. Lebih-lebih, kita dapat membuka jendela tersebut dan merasakan langsung indahnya pemandangan.
Apalagi, di tengah pandemic COVID-19, membaca bisa dijadikan salah satu kegiatan untuk killing time in a good way. Selain membunuh kebosanan, ilmu-ilmu baru pun akan didapatkan. Bisa dari kisah-kisah dalam novel, kazanah keagamaan di buku religi, maupun tawa yang tertanam dalam buku komedi.
Sayangnya, minat baca penduduk Indonesia, terbilang rendah. Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 62 negara untuk urusan minat baca dan kegiatan literasinya. Maka dari itu, perlu menumbuhkan hobi membaca sejak dini.
Kemudian, timbullah pertanyaan, “Gimana caranya menumbuhkan minat baca?” Jawabannya sederhana, “Sering-seringlah baca. Nanti akan tumbuh dengan sendirinya.” Namun, dalam perjuangan menuju sana (menumbuhkan kebiasaan membaca), tentu ada rintangannya. Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui faktor-faktor yang membuat kita malas untuk membaca atau ketika baru membaca beberapa halaman tiba-tiba males untuk melanjutkan bacaannya.
Sebelum jauh pembahasannya, gue lebih memfokuskan objek bacaan yang dimaksud pada artikel ini adalah buku.
Berikut 5 faktor yang boleh jadi membuat kita malas untuk (atau melanjutkan) membaca.

1. Membaca, Bukan untuk Mengingat
Suatu waktu, gue pernah berbincang dengan teman sebelum perkuliahan dimulai. Perbincangan itu diawali dengan pertanyaan teman yang sederhana, “Baca terus nih? Emang di halaman (sekian) nyertain tentang apa?”
Tidak hanya waktu itu saja, gue acap kali mendapat pertanyaan tersebut dari orang yang berbeda. Untuk membalikkan keadaan, gue balik bertanya, “Kamu kan udah nonton film The Avengers, emang di menit 73 detik 52 ada adegan apa?” Alhasil, pertanyaan tersebut tidak bisa terjawab. “Nah, kan, bingung juga.”
Perlu diingat, membaca tidak sama dengan mengingat. Kita pun sebagai manusia diperintahkan untuk membaca, bukan mengingat (meski dalam beberapa hal kita perlu mengingat). Lagi pula, dari kata saja, membaca dan mengingat sudah berbeda. Sudah jelas, kan?
Nah, kalau orientasi kita membaca bertujuan untuk mengingat, bisa-bisa ketika kita gak ingat apa-apa yang ada di halaman satu, halaman dua pun terabaikan. Jadi males deh buat lanjutin baca.

2. Membaca Untuk “Terlihat” Keren
Setiap orang dengan kondisinya masing-masing yang unik tentu membutuhkan bacaan yang sesuai pula dengan kondisinya. Jika A membutuhkan hiburan dan ingin tertawa lepas ketika membaca, tentu kurang tepat bila memaksakan membaca kitab tafsir.
Ada cerita yang pernah langsung dialami gue. Di awal tahun 2019, gue sempat membaca buku agama yang berat, padahal waktu itu yang gue butuhkan adalah buku yang berperan sebagai hiburan di kala tugas kuliah sedang datang menyerbu tanpa permisi. Akhirnya, penulis malah pusing sendiri dan sempat malas membaca buku (di luar referensi perkuliahan).
Hal ini juga dapat terjadi kepada seseorang sengaja membaca buku yang perlu tenaga lebih agar terlihat “keren” seperti Sapiens, A Brief History of Time, atau Logika Agama padahal saat itu orang tersebut membutuhkan bacaan yang ringan.
Jadi carilah bacaan yang sesuai kondisi kita, bukan gara-gara pengen keren. Lalu, seperti kata Najwa Shihab, temukan satu buku yang membuat kita jatuh cinta, niscaya kita akan senang membaca lagi dan lagi.

sumber unsplash

 3. Membaca Hanya Mengeja Kata
Salah satu bab dari buku Tafsir Al-Quran di Medsos karya Prof. Nadirsyah Hosen, Ph.D. memberikan tips untuk “menikmati” bacaan pada bab Membaca Bukan Sekadar Mengeja Kata. Selamilah maksud dari penulisnya. Ambil hikmah dari goresan tinta penulis yang dicurahkan sepenuh hati. Rangkai imajinasi.
Kita pun bisa mencari biografi atau sepak terjang penulisnya. Gampang saja, tinggal ambil gawai, buka browser lalu ketiklah nama pengarang buku yang sedang kita pegang.
Nah, kalau kita seperti membaca hanya mengeja kata, ketika selesai membaca satu buku hati kita sulit tergerak untuk mencari keindahan dalam sebuah buku. Selamilah setiap kata!

4. Sering Meremehkan Bacaan
“Jangan baca buku itu, gak keren!” Begitulah kira-kira kalimat yang pernah penulis dengar beberapa kali ketika ada jeda sebelum jam perkuliahan berikutnya. Intinya, jangan meremehkan bacaan. Tidakkah terpikir oleh kita bagaimana pengarang perlu bersimbah keringat ketika merangkai kata dan merajut kalimat? Pengarang suatu buku, khususnya novel, perlu berimajinasi keras ketika memikirkan detil-detil yang ada, seperti latar waktu dan tempat supaya menarik. Jika buku nonfiksi, pengarang perlu riset dan membaca referensi lain yang, tentunya, menguras energi yang tidak sedikit
.
dari unsplash juga tapi gue lupa link-nya

5. Banyak Ebook Ilegal Bertebaran
Banyak buku elektronik gratis (bajakan) yang tersebar di internet bisa menjadikan kita sebagai pembaca malas untuk menyelesaikan bacaan.  Kita jadi kurang menghargai penulisnya, sehingga tidak membaca (dan membajak karya seseorang apapun itu bisa dijatuhi hukuman berdasarkan undang-undang lho!).
Seakan-akan, ketika sudah mengunduh ebook bajakan tersebut kita akan berpikir, “Gak usah dibaca ah, kan gratis ini.” Selain tidak menghargai pengarangnya, kita juga jadi tidak menghargai semua pihak yang terlibat dalam proses penerbitan buku tersebut.
Kalau buku yang kita baca (bisa berbentuk elektronik maupun fisik) dibeli pakai uang, kita akan lebih menghargai dan berusaha untuk membaca. “Kan sayang kalau gak dibaca.”
Gue pernah mengalami kejadian tersebut. Ketika membeli buku Trisurya: The Three-Body Problem, ada niatan untuk berhenti membacanya. Tapi karena sudah “terlanjur” dibeli, gue  memaksakan diri untuk menyelesaikan buku dan… sumpah bukunya keren abis. Andai saja kalau penulis mencari bajakan Trisurya, pasti ketika jenuh, akan gue lemparkan buku itu dan akhirnya tidak akan pernah menemui kekerenan dari buku karya Liu Cixin itu.
Jadi dengan membeli buku original, bisa meningkatkan “kemauan” kita untuk membaca.

Penutup

Meningkatkan minat baca tentu membutuhkan usaha dari diri sendiri. Meningkatkan minat baca tidak dapat dilakukan hanya dalam satu malam saja. Perlu melewati proses yang berdarah-darah. Melawan kemalasan memang tidak mudah, tapi pasti bisa.
Salam literasi!

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.