Resensi Buku Trisurya Karya Liu Cixin



Trisurya. 

Pada 100 halaman pertama, Anda akan dibuat bosan olehnya. Tapi ketika mencapai halaman 460, Anda akan dibuatnya sedih karena tak ada lagi cerita unik.

Sebenernya gue bukan pembaca cerita science fiction. Gue lebih memilih untuk membaca fantasy sekalian supaya ngawang-ngawangnya enggak nanggung. Namun cover yang sederhana dan juga mencolok karena warnanya membuat gue membeli dan membacanya.

Ketika membaca 100 halaman pertama, jujur, gue bosennya bukan main (bisa jadi karena gue bukan penggemar cerita fiksi sains). Malah ada niatan untuk berhenti membacanya dan beralih ke buku yang lain. Cuma, yang membuat gue terus membaca yakni: udah nanggung dibeli.

Trisurya merupakan novel tejemahan karya Liu Cixin. Kalo dilihat dari penulisnya bisa ditebak dari mana asalnya novel ini. Ya dari Tiongkok. Judul awalnya yakni Sān Ti kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Three-Body Problem. Nah, ketika mengalami berbagai hal, diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia menjadi Trisurya. Kalo secara arti kata, tri berarti tiga dan surya berarti matahari. Awalnya gue gak ngerti kenapa diterjemahkan menjadi Trisurya, tapi akan didapatkan jawabannya setelah membacanya.

Buku ini terbit tahun 2006 di negara asalnya dan sampai ke Indonesia tahun 2019 bulan September melalui Kepustakaan Populer Gramedia.  Tebalnya 471 halaman plus 6 halaman romawi. Penyampaian ceritanya menggunakan sudut pandang orang ketiga—serba tahu.  

Buku ini awalnya menceritakan tentang revolusi kebudayaan di Tiongkok di pertegahan abad 20. Banyak akademisi yang dibunuh ataupun bunuh diri karena “gak kuat”. Petinggi dan profesor dari banyak kampus stres. Jadi kalau jadi orang pinter pada saat itu sungguh menjadi “beban” tersendiri. Keadaannya lagi chaos deh pokoknya.

Membahas sebuah game yang dibuat berdasarkan penelitian yang rumit. Game tersebut dimainkan oleh para orang-orang penting, seperti profesor, pengusaha, dan sebagainya. Ada yang memainkannya tapi sulit untuk menyelesaikannya.

Sedikit spoiler, buku ini akan begitu terasa sains fiksinya pada bagian kedua, lebih tepatnya di bagian pertengahan buku. Jadi kalo temen-temen suka cerita begituan, sabar saja. Tunggu kejutannya.
Pesan moral terdapat juga dalam buku karanga Liu Cixin. Salah satunya, ketika ada pembabatan pohon. Intinya gini: kita menanam pohon tiga ratus tiga puluh tahun dan telah banyak manfaat yang didapatkan, tapi menebangnya hanya dalam 10 menit. Itu bisa direnungi oleh temen-temen.

Bekal sebelum membaca buku ini coba cari tahu mengenai astrofisika seenggaknya istilah-istilahnya, mengetahui cara kerja sistem komputer, dan persiapkan daya imajinasi yang cukup tinggi. Karena buat memahami ceritanya diperlukan usaha, apalagi dalam ketika membaca 100 halaman pertamanya.

Well, I gave this book 4 of 5 stars.

This is what I get, share what you get. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.